| 2 komentar ]

kebijakan UAN yang digulirkan Departemen Pendidikan Nasional minim sosialisasi dan tertutup, tapi lebih pada hal yang bersifat fundamental secara yuridis dan pedagogis.

Dari hasil kajian Koalisi Pendidikan, setidaknya ada empat penyimpangan dengan digulirkannya UAN.
Pertama, aspek pedagogis. Dalam ilmu kependidikan, kemampuan peserta didik mencakup tiga aspek, yakni pengetahuan (kognitif), keterampilan (psikomotorik), dan sikap (afektif). Tapi yang dinilai dalam UN hanya satu aspek kemampuan (kognitif), sedangkan kedua aspek Sikap (Afektif) dan Keterampilan (Psikomotorik) tidak dilihat sebagai penentuan kelulusan.
Kedua, aspek yuridis. Beberapa pasal dalam UU Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 telah dilanggar, misalnya pasal 35 ayat 1 yang menyatakan bahwa standar nasional pendidikan terdiri atas standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian pendidikan, yang harus ditingkatkan secara berencana dan berkala. UAN hanya mengukur kemampuan pengetahuan dan penentuan standar pendidikan yang ditentukan secara sepihak oleh pemerintah.
Ketiga, aspek sosial dan psikologis. Dalam mekanisme UAN yang diselenggarakannya, pemerintah telah mematok standar nilai kelulusan 3,01 pada tahun 2002/2003 menjadi 4,01 pada tahun 2003/2004 dan 4,25 pada tahun 2004/2005, pada tahun 2011 pemerintah menetapkan 5,0, dimana Ini menimbulkan kecemasan psikologis bagi peserta didik dan orang tua siswa. Siswa dipaksa menghafalkan pelajaran-pelajaran yang akan di -UAN-kan di sekolah dan di rumah. Dengan kata lain Siapa (Siswa) yang mempunyai kemampuan menghafal baik, siswa tersebut pasti akan lulus. hehe lucu.
Keempat, aspek ekonomi. Secara ekonomis, pelaksanaan UAN memboroskan biaya. Pemerintah Pusat mempersiapkan APBN mencapai Ratusan miliar rupiah, belum ditambah dana dari APBD dan masyarakat. Padahal masih terlalu banyak sekolah - sekolah di daerah pedalam yg kalau diperhatikan standar pendidik, tenaga kependidikan, fasilitas dan pembiayaan masih jauh dari apa yang diharapkan oleh UUD 1945.
Salah satu surat kabar nasional terbitan bandung "Pikiran Rakyat" sekitar tahun 2006 pernah memperlihatkan kehidupan siswa-siswi pada salah satu sekolah di Propinsi Jawa Barat yang menikmati pendidikan mereka di bekas "Kandang ayam" malu dengan bangsa lain dong!!!

KONTROVERSI UJIAN NASIONAL

Pada penyelenggaraan UAN tahun ajaran 2003/2004 sampai sekarang Koalisi Pendidikan menemukan berbagai penyimpangan, dari teknis hingga finansial.
Pertama, teknik penyelenggaraan. Perlengkapan ujian tidak disediakan secara memadai. Misalnya, dalam mata pelajaran bahasa Inggris, salah satu kemampuan yang diujikan adalah listening. Supaya bisa menjawab soal dengan baik, peserta ujian memerlukan alat untuk mendengar (tape dan earphone). Pada prakteknya, penyelenggara ujian tidak memiliki persiapan peralatan penunjang yang baik.
Kedua, pengawasan. Dalam penyelenggaraan ujian, pengawasan menjadi bagian penting dalam UAN untuk memastikan tidak terjadinya kecurangan yang dilakukan oleh peserta. Fungsi pengawasan ini diserahkan kepada guru dengan sistem silang--pengawas tidak berasal dari sekolah yang bersangkutan, tapi dari sekolah lain. Tapi, pada kenyataannya, terjadi kerja sama antar guru untuk memudahkan atau memberi peluang siswa menyontek.
Kasus di beberapa sekolah, guru, terutama untuk mata pelajaran yang dibuat secara nasional seperti matematika, bahasa Inggris, atau ekonomi, dengan berbagai modus memberi kunci jawaban kepada siswa. Selain itu, pada tingkat penyelenggara pendidikan daerah seperti dinas pendidikan, usaha untuk menggelembungkan (mark-up) hasil ujian pun terjadi. Caranya dengan membuat tim untuk membetulkan jawaban-jawaban siswa. Akhirnya yang terjadi adalah UAN adalah salah satu bentuk "Kecurangan Berjamaah"

Itu tadi sekitar kilas balik dari ujian akhir yang telah beberapa tahun ini dilaksanakan di Indonesia. Pada tahun ajaran 2007/2008 para petinggi pendidikan mengeluarkan sebuah rencana bahwa akan menetapkan 6 mata pelajaran yang akan di UN-kan. Ini merupakn fenomena yang benar – benar memberatkan siswa karena pemerintah telah mengeluarkan kebijakan secara instan. Mungkin karena kebijakan pemerintah ini akan menambah daftar panjang kecurangan maupun penyimpangan dalam Ujian Akhir Nasional.

Bagi saya yang lebih memprihatinkan lagi adalah "PERAN GURU" UAN telah memdidik guru-guru bangsa ini menjadi guru - guru yang bermental korup. Guru-guru yang tidak siap, guru hampir tidak sadar bahwa selama ini kita dipermalukan dan dipertanyakan identitas "Guru" yang konon sering dikatakan oleh pemerintah tugasnya adalah mendidik, melatim, membimbing, dll. namum identitas tersebut hilang ketika SANG POLISI menjaga soal-soal sampai pada pelaksanaan ujian..(Polisi Masuk Sekolah)..Pertanyaannya adalah Apakah Pendidik dan Tenaga Kependidikan tidak dipercayai lagi???
Kebijakan baru yang dilaksanakan pada tahun 2011 adalah sistem penilaian 40 % sekolah dan 60 % Pemerintah Pusat?? itu berarti pemerintah masih setengah hati melaksanakan kegiatan UAN.
belum selesai....Analisis saya...

Read More ->
| 2 komentar ]

A. Pendahuluan
Guru memegang peranan strategis terutama dalam membentuk karakter bangsa melalui pengembangan kepribadian dan nilai-nilai yang diinginkan. Peran dan posisi guru tidak dapat digantikan sekalipun oleh teknologi yang amat canggih. Begitu penting arti guru bagi kita, sehingga sudah selayaknya apabila kita menaruh perhatian besar terhadap keberadaan guru agar dapat berkiprah secara profesional sesuai harapan semua pihak.


Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, dalam konsiderannya, menjelaskan bahwa Guru professional harus memiliki kualifikasi minimum dan sertifikasi sesuai dengan jenjang kewenangan mengajar, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. (USPN 20/2003: konsiderans, Bab I pasal 6, Bab II pasal 3, Bab XI pasal 39 ayat (2), 40 ayat (2), 42 ayat (2). Hal ini diperkuat oleh Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen dan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan yang menjelaskan bahwa Guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Kompetensi yang harus dimiliki guru meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi.
Kompetensi, kualifikasi dan sertifikasi merupakan prasyarat menciptakan guru professional. Guru profesional menjadi jaminan penyelenggaraan pendidikan yang bermutu, sedangkan berdasarkan data dari Balitbang Diknas jumlah guru SD tahun 2004 adalah 1.060,649 orang dengan tingkat pendidikan S1 hanya 16,90% (pendidikan dan non kependidikan). Dengan demikian 83,10% belum memiliki kualifikasi minimal yang disyaratkan oleh UU No. 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen dan PP No. 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan.

B. Guru sebagai profesi
a. Arti, Fungsi, Peranan dan Posisi Guru
Yang dinamakan guru menurut UUGD No 14 Tahun 2005 pasal 1 ayat 1 adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
Guru memiliki peranan yang sangat strategis sebagai pengemban kurikulum pendidikan yang turut menentukan masa depan peserta didik sebagai generasi penerus bangsa. Upaya-upaya nyata guru sebagai sentuhan pelaksanaan peran strategisnya adalah memberikan dan membekali peserta didik dengan ilmu yang disertai kasih sayang agar anak menjadi seorang yang berilmu dengan kehalusan budi pekerti. Oleh karena itu guru haruslah orang yang berbobot. Ia harus memiliki penguasaan pengetahuan dan keterampilan yang memadai, kemampuan profesional yang baik, idealisme dan pengabdian yang tinggi, dan keteladan yang diikuti dan dijadikan rujukan. Itulah hakikat guru di mana pun, khususnya dalam budaya kita.
Guru adalah pelaku pendidikan yang paling mengetahui dan mengerti keadaan peserta didik. Guru seharusnya menjadi orang pertama yang merasakan kegundahan peserta didik saat ia sulit menangkap isi pelajaran atau saat menghadapi masalah di luar pembelajaran. Dalam hal ini, Guru tidak saja berperan sebagai teacher, tetapi juga dapat berperan sebagai loco parentis, dimana ia mampu berperan sebagai pengganti orang tua peserta didik.
Dalam posisinya sebagai guru, peran loco parentis tentulah memberikan implikasi yang lain, selain memberikan pembinaan dengan kasih sayang, gurupun harus mampu menghadapi dan memberikan solusi terbaik berdasarkan pendekatan edukatif yang salah satunya dapat menggunakan pendekatan metodologis khas sebagai wujud profesi guru yang tidak dimiliki oleh awam. Cara guru mengimplementasikan kemampuan metodologisnya dengan penuh kasih sayang disertai tanggungjawab profesional akan berpengaruh terhadap prestasi, sikap dan perilaku peserta didik. Dinyatakan Tilaar (1998:304) bahwa manusia memang dikarunia berbagai bakat dan kemampuan yang berbeda tetapi bagi profesi guru syarat mutlak adalah bahwa guru harus memiliki keperibadian dan visi yang memiliki akuntabilitas.

b. Arti, Fungsi, Karakteristik dan Persyaratan Profesi Guru
Profesi guru merupakan pekerjaan atau jabatan yang menuntut keahlian, tanggung jawab, dan kesetiaan terhadap profesi. Dapat dikatakan bahwa profesi guru adalah jabatan profesional yang memiliki tugas pokok dalam proses pembelajaran yang tidak dapat dilakukan oleh sembarang orang yang tidak dilatih dan siapkan untuk itu. Dengan demikian tugas pokok itu hanya dapat dilaksanakan secara profesional bila persyaratan profesional yang ditetapkan terpenuhi.
Berdasarkan UU Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003 bab XI pasal 39 bahwa guru sebagai pendidik profesional bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian sederhana dan pengabdian kepada masyarakat.
Suatu pekerjaan dapat dikatakan sebagai suatu profesi apabila memenuhi karakteristik profesi. Supriadi (1998:96), menjelaskan karakteristik profesi sebagai berikut:
(1) pekerjaan itu mempunyai fungsi dan signifikansi sosial karena diperlukan mengabdi kepada masyarakat. Jadi pengakuan masyarakat merupakan syarat mutlak suatu profesi, jauh lebih penting dari pengakuan pemerintah ; (2) profesi menuntut keterampilan tertentu yang diperoleh lewat pendidikan dan latihan yang ”lama” dan intensif serta dilakukan dalam lembaga tertentu yang secara sosial dapat dipertanggungjawabkan (accuntable); (3) profesi didukung oleh suatu disiplin ilmu (a systematic body of knowledge), bukan sekedar serpihan atau hanya common sense; (4) ada kode etik yang menjadi pedoman perilaku anggotanya beserta sanksi yang jelas dan tegas terhadap pelanggar kode etik; (5) sebagai konsekuenasi dari layanan yang diberikan kepada masyarakat, maka anggota profesi secara perseorangan ataupun kelompok memperoleh imbalan finansial atau material.

Profesi guru merupakan profesi yang sedang tumbuh (emerging proffesion) dan akan semakin kukuh dengan adanya legalitas formal yang telah tersurat dalam peraturan perundangan. Diharapkan tidak akan ada lagi yang mempertanyakan pekerjaan guru sebagai ”semi profesional”, tetapi sepenuhnya menjadi profesional yang dinyatakan dalam kinerjanya sehari-hari yang dinilai tanpa keraguan oleh masyarakat seperti pengakuan masyarakat terhadap profesi yang sudah sangat exist.

C. Konsep Dan Strategi Peningkatan Kualifikasi, Kompetensi Dan Sertifikasi Guru
a. Kualifikasi Guru
Kualifikasi menurut Kamus Bahasa Indonesia adalah: (1) pendidikan khusus untuk memperoleh suatu keahlian; (2) keahlian yang diperlukan untuk melakukan sesuatu (menduduki jabatan, dsb). Kualifikasi guru adalah keahlian yang diperlukan untuk melakukan pekerjaan guru dengan melalui pendidikan khusus keahlian. Guru yang qualified adalah guru yang memenuhi kualifikasi pendidikan yang telah ditetapkan berdasarkan ketentuan yang berlaku.
Guru profesional harus memenuhi kriteria dari segi kualifikasi dan kompetensi yang dibuktikan dengan sertifikat profesional. Artinya guru pada tiap satuan pendidikan harus memenuhi kualifikasi akademik dengan bidang keilmuan yang relevan dengan bidang studi atau mata pelajaran yang mereka ajarkan di sekolahnya sehingga mereka disebut kompeten untuk bidang pekerjaannya. Persoalannya banyak guru pada jenjang pendidikan dasar yang memperoleh kesarjanaannya di luar bidang studi atau mata pelajaran yang diampu. Tentu saja guru dengan kualifikasi seperti itu, menurut peraturan perundangan belum bisa dikatakan guru profesional.
Pasal 42 UU No 20/2003 dan PP 19 tahun 2005 menyatakan bahwa Pendidik harus memiliki kualifikasi minimum dan sertifikasi sesuai dengan jenjang kewenangan mengajar, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Kualifikasi akademik adalah tingkat pendidikan minimal yang harus dimiliki guru sebelum melaksanakan tugas sebagai pendidik profesional dan sebagai persyaratan untuk mengikuti uji kompetensi dalam memperoleh sertifikat pendidik profesional. Kualifikasi akademik guru yang dipersyaratkan dalam PP tersebut, meliputi:
Pendidik untuk anak usia dini minimum D-IV Atau S1 bidang anak usia dini, kependidikan lain, atau psikologi, dan sertifikat profesi guru untuk PAUD.
Pendidik pada SD/MI minimum D-IV Atau S1 bidang pendidikan SD/MI, kependidikan lain atau psikologi dan sertifikat profesi guru untuk SD/MI
Pendidik pada SMP/MTs minimum D-IV atau S1 kependidikan sesuai mata pelajaran yang diajarkan dan sertifikat profesi guru untuk SMP/MTs
Pendidik pada SMA/MA dan SMK/MAK minimum D-IV Atau S1 kependidikan sesuai mata pelajaran yang diajarkan dan sertifikat guru untuk SMA/MA.
Pendidik pada SDLB/SMPLB/SMALB minimum D-IV Atau S1 program pendidikan khusus atau sarjana yang sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkan dan sertifikat guru untuk SDLB/SMPLB/SMALB.

b. Kompetensi Guru
Dalam bahasa Inggris terdapat tiga istilah yang berkenaan dengan kompetensi yaitu, competence, competent, dan competency. Competence (n) is being competent, ability (to do the work). Competent (adj) refers to (persons) having ability, power, authority, skill, knowledge, etc, ( to do what is needed) (Hornby, 1987:172)) dan competency is a rational performance which satisfactorily meets the objectives for a desired condition (Johnson, 1974).
Dari pengertian di atas terdapat tiga hal yang berkaitan dengan pemahaman kompetensi yaitu (1) kompetensi pada dasarnya menunjukan kepada kecakapan atau kemampuan untuk mengerjakan suatu pekerjaan; (2) kompetensi pada dasarnya merupakan suatu sifat (karaktersitik) orang-orang (kompeten) ialah yang memiliki kecakapan, daya (kemampuan), otoritas (kewenangan), kemahiran (keterampilan), pengetahuan, dan sebagainya untuk mengerjakan apa yang diperlukan; (3) kompetensi menunjukan kepada tindakan (kinerja) rasional yang dapat mencapai tujuan-tujuannya secara memuaskan berdasarkan kondisi (prasyarat) yang diharapkan.
Senanda dengan Hornby, Yasyin, 1997:298 mendefinisikan kompetensi sebagai kewenangan atau kekuasaan untuk menentukan sesuatu hal. Orang yang kompeten adalah orang yang wenang, cakap atau berkuasa menentukan sesuatu, berpengaruh.
Kompetensi adalah seperangkat kemampuan dan keahlian yang didasarkan pengetahuan, keterampilan, sikap-sikap dan nilai-nilai positif untuk melaksanakan pekerjaan secara profesional.
Seorang yang kompeten dalam pekerjaannya yang didasari atas prasyarat profesi dikatakan sebagai profesional kompeten yang menurut Johnson (1984:185), profesional yang kompeten harus dapat menunjukan karakteristik sebagai berikut:
1) mampu melakukan sesuatu pekerjaan tertentu secara rasional,
2) menguasai perangkat pengetahuan tentang seluk beluk apa yang menjadi tugas pekerjaan,
3) menguasai perangkat keterampilan tentang cara bagaimana dan dengan apa harus melakukan tugas pekerjaannya,
4) memahami basic standar tentang ketentuan kelayakan normatif minimal kondisi dari proses yang dapat ditoleransikan dan kriteria keberhasilan yang dapat diterima dari apa yang dilakukannya
5) Memiliki motivasi dan aspirasi unggulan dalam melakukan tugas pekerjaannya.
6) Memiliki kewenangan yang memancar atas penguasaan perangkat kompetensinya yang dalam batas tertentu dapat didemonstrasikan, sehingga memungkinkan memperoleh pengakuan pihak berwenang.
Dalam praktek mengajar Guru harus menunjukan kompetensi profesional dengan menunjukan cara mengajar yang efektif. Omstein (1980:554) memaparkan ranking terpenting dari kompetensi pengajar yang efektif yaitu:
1) Orientasi terhadap tugas (task orientation); bahwa dalam praktek mengajar, pendidik selalu berupaya mengembangkan tujuan-tujuan secara metodologis dan mekanistis. Pengembangan kelas dibuat seperti situasi bisnis. Peserta didik memanfaatkan waktu mereka dalam kegiatan pembelajaran akademi dan pengajar menyajikan tujuan-tujuan yang jelas terhadap peserta didik.
2) Antusias dan menaruh perhatian (entusiasm and interest); bahwa pendidik yang efektif selalu mengutamakan/menomorsatukan tugas mengajarnya, dia memiliki energi yang selalu terjaga, loyal penuh dedikasi dan mengajar bagi mereka adalah panggilan hati.
3) Pengajaran langsung (Direct instruction); pendidik terjun secara langsung membantu kesulitan peserta didik dalam belajar, memberikan pengayaan dan berinteraksi secara emphatik dan aktif dalam mewujudkan tujuan yang telah ditetapkan.
4) Membuat pentahapan (Pacing); bahwa pendidik memahami tahapan perkembangan peserta didik dalam memahami ilmu pengetahuan dan perkembangan tugas belajar peserta didik sehingga pendidik senantiasa mengembangkan tahapan kesulitan dan menyesuaikan dengan karakteristik peserta didik.
5) Umpan balik (Feedback); bahwa pendidik memberikan umpan balik yang positif dan neagtif pada proses pembelajarannya.
6) Pengelolaan (Management); pengembangan pengajaran yang dapat mengelola kelas tanpa interupsi dalam proses pembelajaran
7) Pertanyaan (Questioning); merupakan suatu metode yang dipakai untuk mengetahui tingkat daya serap pelajaran pada peserta didik. Pertanyaan disampaikan dengan memperhatikan tingkatan dan mengarahkan peserta didik yang sungguh-sungguh dalam kelas.
8) Waktu pengajaran (Instructional time); memanfaatkan waktu secara efektif, tidak ada waktu yang terbuang (inefisiensi)
9) (Variability); dalam mengajar, pendidik memperhatikan variasi dalam metode, sumber maupun tipe dan kedalaman materi.
10) Strukturing (Structuring); silabus maupun pokok bahasan dirancang berdasarkan struktur keilmuan dan struktur praktis pembelajaran mulaidari yang mudah ke sulit, dari yang sederhana ke yang bersifat kompleks.
11) Kesempatan untuk mempelajari kriteria materi pembelajaran (Opportuniy lo Learn Criterian Material); pendidik yang efektif menelaah jenis materi yang diperdalamnya dan memahami persyaratan-persyaratan substansif yang berimplikasi pada penyediaan alat, metode, sumber dan evaluasi.
Salah satu faktor penilaian kinerja pengajar melalui kemampuan menurut Natawidjaya dan Sanusi (1991:38) mencakup aspek:
1) kemampuan profesional yang mencakup penguasaan: materi bahan ajar,konsep-konsep keilmuan bahan tersebut, landasan kependidikan, proses-proses pendidikan dan pembelajaran peserta didik
2) Kemampuan sosial mencakup kemampuan untuk menyesuaikan diri kepada tujuan kerja dan lingkungan sekitar sewaktu menjalankan tugasnya sebagai pengajar.
3) Kemampuan personal (pribadi) mencakup: penampilan sikap positif situasi kerja sebagai pengajar dan situasi pendidikan, pemahaman nilai-nilai yang seyogyanya dianut oleh seorang pengajar dan penampilan upaya untuk menjadikan cirinya sebagai panutan dan teladan anak didiknya.
Sementara itu Gaffar (1987) dalam Performance Based Teacher Education mengemukakan bahwa pengajar perlu memiliki kompetensi:
1) Content knowledge; yaitu pengetahuan mengenai bidang studi yang dipegangnya.
2) Behavior skills; yaitu kemampuan atau perilaku mengajarnya atau keterampilan teknis dalam mengajar.
3) Human relation skills; yaitu kemampuan berhubungan/ berinteraksi dengan peserta didik, kolega, dan stakeholders.
Merujuk pada tuntutan profesi guru saat ini, Gaffar (2006:4) lebih lanjut merekomendasikan beberapa kompetensi guru yang harus menjadi fokus pengembangan kurikulum guru, yaitu:
1) what to teach, artinya isi proses pembelajaran;
2) how to teach, artinya strategi dalam proses pembelajaran termasuk penggunaan ICT;
3) how to evaluate to process and the learning outcome;
4) what values required to furnish a professional teacher, artinya nilai-nilai dan sikap dasar yang melekat dalam profesi guru;
5) what kind of learning environment conducive to the process of learning, artinya pemahaman terhadap berbagai factor yang berpengaruh dalam menciptakan lingkungan belajar yang mendukung proses pembelajaran
6) what kind of socio-cultural and economic factors affecting educational processes, artinya berbagai factor socio-kultural dan ekonomi yang berpengaruh terhadap proses pendidikan peserta didik;
7) learning resources yang relevan dan diperlukan dalam proses pembelajaran;
8) communication dalam proses pembelajaran sehingga message yang disampaikan dapat dipahami dengan mudah oleh peserta didik;
9) management of learning termasuk classroom management yang berperan memfasilitasi proses pembelajaran dengan efektif.

Kompetensi guru pada jenjang pendidikan dasar dan menengah berdasarkan PP no 19 tahun 2005 meliputi:
1) kompetensi pedagogik;
2) kompetensi kepribadian;
3) kompetensi profesional;
4) kompetensi sosial.
Kompetensi ini harus menjadi rujukan lembaga pendidikan penyelenggara pendidikan tenaga kependidikan dalam penyusunan kurikulum agar guru dapat diuji kompetensinya untuk menjadi guru profesional yang tertuang dalam sertifikat profesi guru.


c. Sertifikasi Guru

Guru dituntut profesional dengan memiliki kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial dan profesional. Cara mendapatkan guru seperti itu melalui kualifikasi, kompetensi, uji kompetensi dan sertifikasi. Dengan demikian guru profesional harus memiliki sertifikat profesi.
Sertifikasi diberikan secara individual kepada Pendidik sebagai pengakuan atas kompetensinya dalam keahlian dan keterampilan kependidikan juga sebagai lisensi untuk melakukan pekerjaan Pendidik.
Sertifikasi mempunyai jenjang dari tingkat basic sampai advance dengan masa berlaku sesuai ketentuan dan perlu pendaftaran pada setiap kurun waktu tertentu sesuai dengan sistem yang diberlakukan.
Sertifikasi merupakan proses pengambilan keputusan kelayakan individu dalam jabatan tertentu. Proses tersebut terdiri dari kegiatan:
1) Pengujian; yaitu mengukur tingkat kompetensi Pendidik yang ditetapkan berdasarkan standar kompetensi Pendidik
2) Pendidikan Profesi; diberikan kepada Pendidik untuk memperoleh sertifikasi yang diselenggarakan oleh LPTK yang terakreditasi dan ditetapkan oleh pemerintah.
3) Penetapan Sertifikat; diperoleh setelah mengikuti Pendidikan profesi dan dinyatakan lulus Pendidikan profesi dan uji kompetensi.
SERTIFIKASI bertujuan untuk:
1) Mencetak calon Pendidik qualified dalam melaksanakan tugas pokok fungsi pendidik untuk meningkatkan kualitas sekolah.
2) Menentukan tingkat kelayakan Pendidik dalam menyelenggarakan layanan pendidikan.
3) Memperoleh gambaran tentang kompetensi Pendidik yang dapat digunakan sebagai alat pembinaan, pengembangan, dan peningkatan kualitas pendidikan
FUNGSI SERTIFIKASI adalah untuk:
1) Untuk PENGETAHUAN, yakni dalam rangka mengetahui bagaimana kelayakan kompetensi Pendidik dilihat dari berbagai unsur yang terkait, mengacu kepada baku kualitas yang dikembangkan berdasarkan indikator-indikator yang telah ditentukan
2) Untuk AKUNTABILITAS, yakni agar Pendidik dapat mempertanggungjawabkan apakah layanan yang diberikan memenuhi harapan atau keinginan masyarakat.
3) Untuk kepentingan PENGEMBANGAN, yakni agar Pendidik dapat melakukan peningkatan kualitas atau pengembangan berdasarkan masukan dari hasil sertifikasi.
Hasil sertifikasi berupa sertifikat tenaga kependidikan dengan peringkat:
 A (amat baik)
 B (baik)
 C (cukup)
Laporan Sertifikasi berisi:
1) Profil Tenaga Kependidikan
2) Kekuatan dan kelemahan
3) Rekomendasi untuk pembinaan dan pengembangan

D. Guru Profesional Sebagai Jaminan Mutu (Quality Assurance) Pendidikan
Secara esensial, perkataan mutu itu menunjukkan kepada suatu ukuran penilaian atau penghargaan yang diberikan atau diikenakan kepada barang (products) dan/atau jasa (services) tertentu berdasarkan pertimbangen objektif atas bobot dan/atau kinerjanya. Jasa/pelayanan atau produk tersebut harus menyamai atau melebihi kebutuhan atau harapan pelanggannya. Dengan demikian mutu adalah jasa/produk yang menyamai bahkan melebihi harapan pelanggan.
Suatu jasa yang berorientasi mutu memberikan kepuasan kepada pelanggan melalui jaminan mutu agar tidak terjadi keluhan-keluhan pelanggan dan begitupun dari pihak produsen tidak melakukan kesalahan-kesalahan (zerro defect).
The Management of Quality Assurance menjelaskan Jaminan mutu (quality assurance) is all those planned and systematic actions necessary to provide adequate confidence that a product or service will satisfy given requirement for quality. Jaminan mutu mengikuti prosedur yang apik dengan melalui investigasi yang menyeluruh terhadap seluruh komponen system mulai dari input, proses dan produk sebagai satu kesatuan yang harus selalu dalam satu paket. Dengan demikian Jaminan mutu merupakan tindakan terencana dan sistematis yang diimplementasikan dan didemonstrasikan guna memberikan kepercayaan yang baik bahwa produk akan memuaskan.
Guru merupakan komponen system pendidikan yang sangat penting, karena arti fungsi dan posisinya yang strategis. Keberadaan guru menjadi salah satu penjamin mutu pendidikan terutama dalam membekali kemampuan dan kepribadian peserta didik.
Membentuk guru yang akan menjadi penjamin mutu pendidikan harus diarahkan pada pembentukan guru profesional mulai dari input sampai produknya. Terutama perhatian ditujukan pada prosesnya, karena salah satu prinsip dari konsep qualty assurance adalah memindahkan perhatian dari produk ke proses dengan asumsi bahwa bila prosesnya baik maka produknya juga akan terjamin.
Proses pendidikan guru dimulai dari rekrutmen mahasiswa calon guru yang benar dan memiliki passing grade yang unggul. Jangan memulai kesalahan ditahap ini dengan memberi toleransi kolusi pada siswa yang tidak kompeten, karena menurut bapak mutu (crosby) quality is free yang berarti mutu tidaklah mahal yang mahal adalah kesalahan yang terkenal dengan konsep zero deffect.
Masukan siswa calon guru yang qualified digodok pada ”kawah candradimuka” yang sangat dipersiapkan secara matang oleh institusi pendidikan penyelenggara pendidikan keguruan mulai dari kurikulum yang merujuk standar kompetensi, pelaksanaan pembentukan kompetensi yang didukung oleh dosen-dosen profesional yang ditunjang alat, media dan sumber belajar yang tepat dan canggih dengan penilaian yang terus menerus dikendalikan dan ditindaklanjuti, praktek latihan profesi yang mengembangkan professional development school serta uji kompetensi yang relevan dan memenuhi standar sertifikasi profesi guru merupakan proses pendidikan guru profesional yang dapat memberikan jaminan mutu pendidikan.
Sertifikasi merupakan proses panjang yang setiap tahapnya tidak terlepas dari penegakan proses yang bermutu menjadi jaminan mutu pendidikan. Kinerja guru profesional senantiasa menunjukan kompetensinya secara terus menerus dan memiliki komitmen tinggi untuk mewujudkan pendidikan yang bermutu, guru senantiasa siap dengan audit akademis atau penilaian kinerja guru yang justru menjadi motivasi berkinerja lebih baik. Apabila guru sudah menjadi pendidik profesional dengan mendapat sertifikat pendidik, pemerintah wajib memberikan tunjangan profesi minimal sebesar gaji pokok guru PNS baik guru yang bekerja di satuan pendidikan yang diselenggarakan pemerintah, pemda, ataupun masyarakat. Dengan demikian, sertifikasi berdampak pada citra, wibawa dan kesejahteraan guru.
Kinerja guru yang dapat menjamin mutu yaitu guru yang melaksanakan kompetensinya sesuai kualifikasi yang dipersyaratkan dengan komitmen yang tinggi pada pelaksanaan proses yang bermutu. Ellington dan Ross (1994) berpendapat bahwa untuk mengevaluasi pengajaran yang terintegrasi dengan jaminan mutu adalah sebagai berikut:
1) kompeten dalam menentukan tujuan dan arah pendidikan secara jelas;
2) memilih metode instruksional yang sesuai dengan disiplin ilmu sehingga memenuhi tujuan dan arah pendidikan yang diberikan;
3) kompeten dalam perencanaan, persiapan, penyampaian dan pengorganisasian aktivitas-aktivitas belajar;
4) memilih bahan pelajaran yang up to date;
5) kompeten dalam merancang instrument untuk menilai disiplin ilmu yang diajarkan dan menilai mahasiswa dengan metode yang dapat memenuhi tujuan dan arah pendidikan;
6) mengevaluasi keberhasilan proses instruksional;
7) berkinerja sebagai pribadi pengajar yaitu seperti sadar sebagai pengajar dan mendukung dan concern terhadap tugas;
8) pengembangan pribadi dan profesionalisme yaitu bahwa keahlian/kualifikasi/ performance perlu peningkatan merencanakan dan melaksanakan pengembangan pribadi sesuai kebutuhan, menjaga pengembangan untuk disiplin ilmu tertentu agar tidak ketinggalan jaman, secaa aktif terlibat penelitian/konsultasi sesuai dengan profesinya.
Guru sebagai penjamin mutu dituntut professional dan tidak dapat sembarang orang boleh berdiri mengajar di depan kelas tanpa memiliki latar belakang dan tingkat pendidikan keguruan. Persyaratan profesi guru terkait dengan tugas pokok guru sebagai pendidik yang merancang, melaksanakan dan mengevaluasi pembelajaran peserta didik. Implementasinya adalah bahwa guru mutlak harus memahami peserta didik dan pembelajaran harus difokuskan pada membelajarkan peserta didik sehingga mereka mau dan dapat belajar. Oleh karena itu, guru berperan sebagai pencipta organisasi pembelajar (learning organization).
Guru profesional harus menjadi Organisator pembelajar yang setiap saat pelaksanaan profesinya senantiasa memusatkan diri pada terjadinya transformasi ilmu pengetahun dan tidak pernah berhenti belajar dan ingin menciptakan pembelajaran yang cerdas, sehingga tidak ada hari tanpa ada kegiatan belajar. Untuk memberikan ilmu pengetahuannya kepada peserta didik guru melaksanakan dua prinsip implementasi pembelajaran yaitu student oriented dan content oriented
Guru profesional layanan pembelajarannya diarahkan pada penyampaian materi pelajaran. Guru harus betul-betul menunjukan profesionalismenya dalam penguasaan dan penyampaian materi dan ini menimbulkan tingkat kepercayaan yang tinggi dari peserta didik akan kewibawaan guru. Guru yang melaksanakan pengajarannya berdasarkan pada content oriented dikenal sebagai guru efektif yang selalu meningkatkan kemampuannya dalam bidang keilmuan dengan mengikuti pembinaan profesi, mengajar dengan perencanaan yang seksama dan teliti, dan melakukan pengajaran secara berurutan dan berkelanjutan.
Guru yang melaksanakan pembelajarannya berdasarkan student oriented menitikberatkan pada (1) kebutuhan belajar peserta didik, (2) perbedaan individual, dan (3) kepribadian peserta didik. Upaya transfer pengetahuan oleh guru telah melalui berbagai pendekatan dan sesuai dengan kajian filsafat kontruktivitik, maka guru harus memusatkan perhatiannya kepada pembelajaran peserta didik, atau guru sebagai fasilitator bagi peserta didik belajar.
Dalam melaksanakan layanan belajar tidak dapat dipisahkan proses evaluasi. Guru senantiasa melaksanakan evaluasi yang terus menerus dan harus ditindaklanjuti serta dikomunikasikan kepada siswa sehingga mereka paham kekurangan dan mengetahui kemampuannya. Keseluruhan proses profesional guru menjadi ciri guru profesional penjamin mutu pendidikan.

E. Penutup
Guru merupakan salah satu komponen pendidikan yang amat penting sebagai penjamin mutu pendidikan. Oleh karena itu, guru sebagai penjamin mutu dalam proses pendidikan merupakan tenaga pendidik profesional yang dituntut mempunyai kualifikasi yang relevan dan kompetensi yang teruji yang dinyatakan dengan sertifikat profesi untuk dapat mewujudkan kinerja yang bermutu.

F. Kepustakaan
Gaffar, Fakry. 1987. Performance Based Teacher Education.Jurnal: suatu alternatif dalam pembaharuan guru. Bandung: IKIP Bandung

-------------------. 2006. Guru sebagai Profesi. Bandung: UPI.

Ellington, Hennry dan Ross, Calvin. 1994. Evaluating Teaching Quality Throughout a University a Practical Scheme Based on Self Assesment, Journal quality Assurance in Education.

Sanusi, Ahmad., dan Natawidjaya, Rochman. 1991.Studi Pengembangan Model Pendidikan Profesional Tenaga Kependidikan. Jakarta: Depdikbud.

Supriadi, Dedi. 1998. Mengangkat Citra dan Martabat Guru. Yogyakarta: Adicita Karya Nusa.

UU NO. 20 TAHUN 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

UU NO. 14 TAHUN 2005 Tentang Guru dan Dosen

PP NO. 19 TAHUN 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan

Aan Komariah

Read More ->
| 2 komentar ]




TEMA SEMINAR NASIONAL PRPGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PATTIMURA
TAHUN 2011



TEMA :
PENINGKATAN KUALITAS PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR BERBASIS KEUNGGULAN BUDAYA LOKAL.

SUB TEMA :
1. PENGEMBANGAN KURIKULUM BERBASIS KEUNGGULAN BUDAYA LOKAL
2. DESAIN EVALUASI PEMBELAJARAN
3. INOVASI PEMBELAJARAN DI SEKOLAH DASAR
4. STRATEGI PENINGKATAN KUALITAS TENAGA KEPENDIDIKAN DI MALUKU

PEMAKALAH :
1.Prof. Dr. Said Hamid. Hasan, MA (Pakar Kurikulum Pendidikan Indonesia – Dosen Universitas Pendidikan Indonesia Bandung)
2.Prof. Dr. Suharsimi Arikunto, MA (Pakar Evaluasi Pendidikan – Dosen Universitas Negeri Jogyakarta)
3.Prof. Dr. Fredy. Lewakabessy, M.Pd (Ketua Program Studi Pendidikan Dokter – Universitas Pattimura)
4.Drs. P. Rahabav, M.Si ( Dekan FKIP Universitas Pattimura Ambon)

STRUKTUR PANITIA SEMINAR NASIONAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PATTIMURA
AMBON 2011

PELINDUNG : Prof. Dr. H.B. Tetelepta, M.Pd. (REKTOR UNIVERSITAS PATTIMURA)
PENASEHAT : Drs. P. Rahabav, M.Si (DEKAN FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN)
PENGARAH : Dra. R.L. Ririhena, M.Pd (KETUA PROGRAM STUDI PGSD)

Ketua : J. Takaria, S.Pd., M.Si
Wakil Ketua : Ode Abdulracman, S.Hi., M.Pd.I
Sekretaris : J. Pelamonia, S.Pd., M.Pd
Wakil Sekretaris : Lasuha Ishabu, S.Pd., M.Si
Bendahara : Max Siatau

Seksi-Seksi

Seksi Usaha Dana :
1. Samuel Patra Ritiauw, S.Pd., M.Pd (Ketua)
2. Dra. S. Nitalessy, M.Pd
3. Marleny Leasa, S.Pd., M.Pd

Seksi Acara :
1. Dra. S. Sahetapy, M.Pd (Ketua)
2. Dra. A. Lesnussa, S.Pd., M.Pd
3. Dra. Z. Rery, M.Pd
4. Nesy. Pattimukay, S.Pd., M.Pd
5. Yanti Frans

Seksi Perlengkapan :
1. Drs. U. Payapo (Ketua)
2. Drs. M. Labetubun
3. Polinaris Lefu-lefu
4. Frangky Kesaulya
5. Simon Tehuayo

Seksi Konsumsi :
1. Dra. E. Bakarbessy (Ketua)
2. Natalia, Johannes,M.Teol
3. Ny. J. Samallo
4. Ny. C. Thenu
5. Edwin Kelelufna
6. Alayda Abdulah
7. Linda Lewen


TEMA SEMINAR LOKAL PENDIDIKAN PADA KABUPATEN KOTA DI MALUKU
TEMA :
MENUJU KEMANDIRIAN DAN PROFESIONALISME GURU SEKOLAH DASAR

SUB TEMA :
1. PENGEMBANGAN PENELITIAN DALAM PENDIDIKAN
2. PENGEMBANGAN MODEL DAN MEDIA PEMBELAJARAN
3. PENGEMBANGAN EVALUASI DALAM PEMBELAJARAN
4. ARAH PENGEMBANGAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN

STRUKTUR PANITIA
SEMINAR PENDIDIKAN DAN SOSIALISASI
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR (PGSD)
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PATTIMURA
TAHUN 2011


KABUPATEN BURU

PELINDUNG : Dekan FKIP Unpatti
PENGARAH : Ketua Program Studi PGSD
KOORDINATOR : J. Takaria, S.Pd., M.Si

Ketua : Ny. N. Tubaka
Sekretaris : Nn. S. Mahu
Bendahara : Ny. J. Kaliky

Seksi Perlengkapan :
1. Julfi Duila (Ketua)
2. Rahma Papalia
3. Alimin Umanailo
4. Kusmiati

Seksi Konsumsi :
1. Dewi Shinta (Ketua)
2. Maimuna Laisouw
3. Rapea Hayale
4. Mastia Booy

Seksi Dekorasi :
1. Ny. K. Kaisupi (Ketua)
2. Hasni Buton
3. Siti Andrayani
4. Jainab Wali

Seksi Usaha Dana :
1. Rama Papalia (Ketua)
2. Saleh Wabulu
3. Samiun Tranggano
4. M. Ali Sangaji


STRUKTUR PANITIA
SEMINAR PENDIDIKAN DAN SOSIALISASI
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR (PGSD)
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PATTIMURA
TAHUN 2011

MALUKU TENGAH
PELINDUNG : Dekan FKIP Unpatti
PENGARAH : Ketua Program Studi PGSD
KOORDINATOR : J. Pelamonia. S.Pd., M.Pd

Ketua Panitia : Samuel Patra Ritiauw, S.Pd., M.Pd
Sekretaris : J. Takaria, S.Pd., M.Si
Bendahara : Marleny Leasa, S.Pd., M.Pd

Anggota :
1. Dra. S. Nitalessy, M.Pd
2. Dra. A. Lesnussa, S.Pd., M.Pd
3. Dra. S. Sahetapy, M.Pd
4. Dra. A. Huliselan, M.Pd
5. Ode Abdulrachman, S.Hi., M.Pd.I
5. N. Patimukay, S.Pd., M.Pd
6. Marleny Leassa, S.Pd., M.Pd
7. Natalia Johanes, Teol
8. C. Ritiauw,
9. P. Tiwery
10. W. Nusamara
11. U. Lopulalang

STRUKTUR PANITIA
SEMINAR PENDIDIKAN DAN SOSIALISASI
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR (PGSD)
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PATTIMURA
TAHUN 2011

KABUPATEN MALUKU TENGGARA DAN KOTA TUAL

PELINDUNG : Dekan FKIP Unpatti
PENGARAH : Ketua Program Studi PGSD
KOORDINATOR : J.Pelamonia, S.Pd., M.Pd

Ketua : Abd. Rahman
Sekretaris : Ny. Liana H. Y. Abarua
Bendahara : Ny. Halena Rettobjaan

Seksi Perlengkapan :
1. Jemi Titirlolobi (Ketua)
2. Ny. Djarmi Pasererong
3. Ny. Elkone Labobar
4. Ny. Rosina Sikteubun
5. Ny. Mawina Lahangat

Seksi Konsumsi :
1. Ny. Dominggas Rumtotmey (Ketua)
2. Ny. Fedelina Renjaan
3. Ny. Damiana Ruban
4. Ny. Helena V. Babaubun
5. Ny. Yohana Horokubun

Seksi Dekorasi :
1. Mefiboseth Luturmas (Ketua)
2. Ny. Johana Atapary
3. Ny. Irene Renuat
4. Ny. Magdalena Setitit

Seksi Usaha Dana :
1. Nn. Weldomina Rumthe (Ketua)
2. Ny. Petronela K. Rahanra
3. Ny. Fondeleny Rahanra
4. Ny. Sawia Madilis
5. Ny. Evalina Rahailwarin



Read More ->
| 1 komentar ]


A. Pengertian Strategi Pembelajaran
Kompetensi Supervisi Akademik merupakan salah satu kompetensi yang
harus dimiliki oleh para pengawas satuan pendidikan. Kompetensi ini berke-
naan dengan kemampuan pengawas dalam rangka pembinaan dan pengem-
bangan kemampuan guru untuk meningkatkan mutu pembelajaran dan bim-
bingan di sekolah/satuan pendidikan. Secara spesifik pengawas satuan pendi-
dikan harus memiliki kemampuan untuk membantu guru dalam mengembang-
kan strategi pembelajaran, serta dapat memilih strategi yang tepat dalam ke-
giatan pembelajaran.


Strategi merupakan usaha untuk memperoleh kesuksesan dan keberha-
silan dalam mencapai tujuan. Dalam dunia pendidikan strategi dapat diartikan
sebagai a plan, method, or series of activities designed to achieves a particular
educational goal (J. R. David, 1976). Strategi pembelajaran dapat diartikan
sebagai perencanaan yang berisi tentang rangkaian kegiatan yang didesain
untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Strategi pembelajaran merupakan
rencana tindakan (rangkaian kegiatan) termasuk penggunaan metode dan pe-
manfaatan berbagai sumber daya atau kekuatan dalam pembelajaran yang di-
susun untuk mencapai tujuan tertenu. Dalam hal ini adalah tujuan pembela-
jaran.
Pada mulanya istilah strategi banyak digunakan dalam dunia militer yang
diartikan sebagai cara penggunaan seluruh kekuatan militer untuk memenang-
kan suatu peperangan. Sekarang, istilah strategi banyak digunakan dalam ber-
bagai bidang kegiatan yang bertujuan memperoleh kesuksesan atau keberha-
silan dalam mencapai tujuan. Misalnya seorang manajer atau pimpinan peru-
sahaan yang menginginkan keuntungan dan kesuksesan yang besar akan me-
nerapkan suatu strategi dalam mencapai tujuannya itu, seorang pelatih akan
tim basket akan menentukan strategi yang dianggap tepat untuk dapat meme-
nangkan suatu pertandingan. Begitu juga seorang guru yang mengharapkan
hasil baik dalam proses pembelajaran juga akan menerapkan suatu strategi
agar hasil belajar siswanya mendapat prestasi yang terbaik.
Strategi pembelajaran adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif
dan efisien. Kemp (1995). Dilain pihak Dick & Carey (1985) menyatakan
bahwa strategi pembelajaran adalah suatu set materi dan prosedur pembelajaran
yang digunakan secara bersama-sama untuk menimbulkan hasil belajar
pada siswa.
Strategi pembelajaran merupakan hal yang perlu di perhatikan oleh seorang
instruktur, guru, widyaiswara dalam proses pembelajaran. Paling tidak
ada 3 jenis strategi yang berkaitan dengan pembelajaran, yakni: (a) strategi
pengorganisasian pembelajaran, (b) strategi penyampaian pembelajaran, dan
(c) strategi pengelolaan pembelajaran.
1. Strategi Pengorganisasian Pembelajaran
Reigeluth, Bunderson dan Meril (1977) menyatakan strategi mengorganisasi
isi pelajaran disebut sebagai struktural strategi, yang mengacu pada cara
untuk membuat urutan dan mensintesis fakta, konsep, prosedur dan prinsip
yang berkaitan.
Strategi pengorganisasian, lebih lanjut dibedakan menjadi dua jenis, yaitu
strategi mikro dan strategi makro. Startegi mikro mengacu kepada metode
untuk pengorganisasian isi pembelajaran yang berkisar pada satu konsep, atau
prosedur atau prinsip. Strategi makro mengacu kepada metode untuk mengorganisasi
isi pembelajaran yang melibatkan lebih dari satu konsep atau prosedur
atau prinsip.
Strategi makro berurusan dengan bagaimana memilih, menata urusan,
membuat sintesis dan rangkuman isi pembelajaran yang saling berkaitan. Pemilihan
isi berdasarkan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai, mengacu pada
penentapan konsep apa yang diperlukan untuk mencapai tujuan itu. Penataan
urutan isi mengacu pada keputusan untuk menata dengan urutan tertentu
konsep yang akan diajarkan. Pembuatan sintesis diantara konsep prosedur
atau prinsip. Pembauatn rangkuman mengacu kepada keputusan tentang bagaimana
cara melakukan tinjauan ulang konsepnserta kaitan yang sudah diajarkan.
2. Strategi Penyampaian Pembelajaran.
Strategi penyampaian isi pembelajaran merupkan komponen variabel metode untuk melaksanakan proses pembelajaran. Fungsi strategi penyampaian
pembelajaran adalah: (1) menyampaikan isi pembelajaran kepada pebelajar,
dan (2) menyediakan informasi atau bahan-bahan yang diperlukan pebelajar
untuk menampilkan unjuk kerja.
3. Strategi Pengelolaan Pembelajaran
Strategi pengelolaan pembelajaran merupakan komponen variabel metode
yang berurusan dengan bagaimana menata interaksi antara pebelajar dengan
variabel metode pembelajaran lainnya. Strategi ini berkaitan dengan pengambilan
keputusan tentang strategi pengorganisasian dan strategi penyampaian
mana yang digunakan selama proses pembelajaran. Paling tidak, ada 3
(tiga) klasifikasi penting variabel strategi pengelolaan, yaitu penjadwalan,
pembuatan catatan kemajuan belajar siswa, dan motivasi.
B. Beberapa Istilah dalam Strategi Pembelajaran
Beberapa istilah yang hampir sama dengan strategi yaitu metode, pendekatan,
teknik atau taktik dalam pembelajaran.
1. Metode
Metode merupakan upaya untuk mengimplementasikan rencana yang
sudah disusun dalam kegiatan nyata agar tujuan yang telah disusun tercapai
secara optimal. Metode digunakan untuk merealisasikan strategi yang telah
ditetapkan. Strategi menunjuk pada sebuah perencanaan untuk mencapai sesuatu,
sedangkan metode adalah cara yang dapat digunakan untuk melaksanakan
strategi. Dengan demikian suatu strategi dapat dilaksanakan dengan
berbagai metode.
2. Pendekatan (Approach)
Pendekatan (approach) merupakan titik tolak atau sudut pandang kita
terhadap proses pembelajaran. Strategi dan metode pembelajaran yang digunakan
dapat bersumber atau tergantung dari pendekatan tertentu. Roy Killen
(1998) misalnya, mencatat ada dua pendekatan dalam pembelajaran, yaitu
pendekatan yang berpusat pada guru (teacher-centred approaches) dan pendekatan
yang berpusat pada siswa (student-centred approaches). Pendekatan
yang berpusat pada guru menurunkan strategi pembelajaran langsung (direct instruction), pembelajaran deduktif atau pembelajaran ekspositori. Sedangkan,
pendekatan pembelajaran yang berpusat pada siswa menurunkan strategi
pembelajaran discovery dan inkuiri serta strategi pembelajaran induktif.
3. Teknik
Teknik adalah cara yang dilakukan seseorang dalam rangka mengimplementasikan
suatu metode. Misalnya, cara yang harus dilakukan agar metode
ceramah berjalan efektif dan efisien. Dengan demikian, sebelum seseorang
melakukan proses ceramah sebaiknya memperhatikan kondisi dan situasi.
Misalnya, berceramah pada siang hari setelah makan siang dengan jumlah
siswa yang banyak tentu saja akan berbeda jika ceramah itu dilakukan pada
pagi hari dengan jumlah siswa yang terbatas.
4. Taktik
Taktik adalah gaya seseorang dalam melaksanakan suatu teknik atau
metode tertentu. Taktik sifatnya lebih individual, walaupun dua orang samasama
menggunakan metode ceramah dalam situasi dan kondisi yang sama,
sudah pasti mereka akan melakukannya secara berbeda, misalnya dalam taktik
menggunakan ilustrasi atau menggunakan gaya bahasa agar materi yang
disampaikan mudah dipahami.
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa suatu strategi pembelajaran
yang diterapkan guru akan tergantung pada pendekatan yang digunakan,
sedangkan bagaimana menjalankan strategi itu dapat ditetapkan berbagai metode
pembelajaran. Dalam upaya menjalankan metode pembelajaran guru dapat
menentukan teknik yang dianggapnya relevan dengan metode, dan penggunaan
teknik itu setiap guru memiliki taktik yang mungkin berbeda antara
guru yang satu dengan yang lain.
C. Konsep Dasar Strategi Pembelajaran
Konsep dasar strategi belajar mengajar ini meliputi hal-hal: (1) menetapkan
spesifikasi dan kualifikasi perubahan perilaku pebelajar; (2) menentukan
pilihan berkenaan dengan pendekatan terhadap masalah belajar mengajar,
memilih prosedur, metode dan teknik belajar mengajar; dan (3) norma dan
kriteria keberhasilan kegiatan belajar mengajar. Strategi dapat diartikan sebagai suatu garis-garis besar haluan untuk bertindak dalam rangka mencapai sasaran
yang telah ditentukan. Dikaitkan dengan belajar mengajar, strategi bisa
diartikan sebagai pola-pola umum kegiatan guru, murid dalam perwujudan
kegiatan belajar mengajar untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Menurut
Newman dan Mogan strategi dasar setiap usaha meliputi empat masalah
masing-masing adalah sebagai berikut.
1. Pengidentifikasian dan penetapan spesifiakasi dan kualifikasi hasil yang
harus dicapai dan menjadi sasaran usaha tersebut dengan mempertimbangkan
aspirasi masyarakat yang memerlukannya.
2. Pertimbangan dan pemilihan pendekatan utama yang ampuh untuk mencapai
sasaran.
3. Pertimbangan dan penetapan langkah-langkah yang ditempuh sejak awal
sampai akhir.
4. Pertimbangan dan penetapan tolok ukur dan ukuran baku yang akan digunakan
untuk menilai keberhasilan usaha yang dilakukan.
Kalau diterapkan dalam konteks pembelajaran, keempat strategi dasar
tersebut bisa diterjemahkan menjadi: (1) mengidentifikasi dan menetapkan
spesifikasi dan kualifikasi perubahan tingkah laku kepribadian peserta didik
yang diharapkan; (2) memilih sistem pendekatan belajar mengajar berdasarkan
aspirasi dan pandangan hidup masyarakat; (3) memilih dan menetapkan
prosedur, metode dan teknik belajar mengajar yang dianggap paling tepat,
efektif, sehingga dapat dijadikan pegangan oleh para guru dalam menunaikan
kegiatan mengajarnya; dan (4) menetapkan norma-norma dan batas minimal
keberhasilan atau kriteria dan standar keberhasilan sehingga dapat dijadikan
pedoman oleh guru dalam melakukan evaluasi hasil kegiatan belajar mengajar
yang selanjutnya akan dijadikan umpan balik buat penyempurnaan sistem
instruksional yang bersangkutan secara keseluruhan.
Dari uraian di atas tergambar bahwa ada empat masalah pokok yang sangat
penting yang dapat dan harus dijadikan pedoman dalam pelaksanaan kegiatan
belajar mengajar supaya sesuai dengan yang diharapkan.
Pertama, spesifikasi dan kualifikasi perubahan tingkah laku yang diinginkan
sebagai hasil belajar mengajar yang dilakukan. Dengan kata lain apa yang
harus dijadikan sasaran dari kegiatan belajar mengajar tersebut. Sasaran ini
harus dirumuskan secara jelas dan konkrit sehingga mudah dipahami oleh peserta didik. Perubahan perilaku dan kepribadian yang kita inginkan terjadi setelah
siswa mengikuti suatu kegiatan belajar mengajar itu harus jelas, misalnya
dari tidak bisa membaca berubah menjadi dapat membaca. Suatu kegiatan
belajar mengajar tanpa sasaran yang jelas, berarti kegiatan tersebut dilakukan
tanpa arah atau tujuan yang pasti. Lebih jauh suatu usaha atau kegiatan
yang tidak punya arah atau tujuan pasti, dapat menyebabkan terjadinya penyimpangan-
penyimpangan dan tidak tercapainya hasil yang diharapkan.
Kedua, memilih cara pendekatan belajar mengajar yang dianggap paling
tepat dan efektif untuk mencapai sasaran. Bagaimana cara kita memandang
suatu persoalan, konsep, pengertian dan teori apa yang kita gunakan dalam
memecahkan suatu kasus akan mempengaruhi hasilnya. Suatu masalah yang
dipelajari oleh dua orang dengan pendekatan berbeda, akan menghasilkan kesimpulan-
kesimpulan yang tidak sama. Norma-norma sosial seperti baik, benar,
adil, dan sebagainya akan melahirkan kesimpulan yang berbeda bahkan
mungkin bertentangan kalau dalam cara pendekatannya menggunakan berbagai
disiplin ilmu. Pengertian-pengertian, konsep, dan teori ekonomi tentang
baik, benar, atau adil, tidak sama dengan baik, benar atau adil menurut pengertian
konsep dan teori antropologi. Juga akan tidak sama apa yang dikatakan
baik, benar atau adil kalau kita menggunakan pendekatan agama karena pengertian,
konsep, dan teori agama mengenai baik, benar atau adil itu jelas berbeda
dengan konsep ekonomi maupun antropologi. Begitu juga halnya dengan
cara pendekatan terhadap kegiatan belajar mengajar dalam pembelajaran.
Ketiga, memilih dan menetapkan prosedur, metode, dan teknik belajar
mengajar yang dianggap paling tepat dan efektif. Metode atau teknik penyajian
untuk memotivasi siswa agar mampu menerapkan pengetahuan dan pengalamannya
untuk memecahkan masalah, berbeda dengan cara atau supaya murid-
murid terdorong dan mampu berfikir bebas dan cukup keberanian untuk
mengemukakan pendapatnya sendiri. Perlu dipahami bahwa suatu metode
mungkin hanya cocok dipakai untuk mencapai tujuan tertentu. Jadi dengan
sasaran yang berbeda hendaknya jangan menggunakan teknik penyajian yang
sama.
Keempat, menetapkan norma-norma atau kriteria keberhasilan sehingga
guru mempunyai pegangan yang dapat dijadikan ukuran untuk menilai sampai
sejauh mana keberhasilan tugas-tugas yang telah dilakukannya. Suatu program baru bisa diketahui keberhasilannya setelah dilakukan evaluasi. Sistem
penilaian dalam kegiatan belajar mengajar merupakan salah satu strategi yang
tidak bisa dipisahkan dengan strategi dasar lain. Apa yang harus dinilai dan
bagaimana penilaian itu harus dilakukan termasuk kemampuan yang harus
dimiliki oleh guru. Seorang siswa dapat dikategorikan sebagai murid yang
berhasil bisa dilihat dari berbagai segi. Bisa dilihat dari segi kerajinannya
mengikuti tatap muka dengan guru, perilaku sehari-hari di sekolah, hasil
ulangan, hubungan sosial, kepemimpinan, prestasi olah raga, keterampilan
dan sebagainya atau dilihat dan berbagai aspek.
Keempat dasar strategi tersebut merupakan satu kesatuan yang utuh antara
dasar yang satu dengan dasar yang lain saling menopang dan tidak bisa
dipisahkan.
D. Sasaran Kegiatan Belajar Mengajar
Setiap kegiatan belajar mengajar mempunyai sasaran atau tujuan. Tujuan
itu bertahap dan berjenjang, mulai dari yang sangat operasional dan konkret
yakni tujuan pembelajaran khusus, tujuan pembelajaran umum, tujuan kurikuler,
tujuan nasional, sampai pada tujuan yang bersifat universal. Persepsi
guru atau persepsi anak didik mengenai sasaran akhir kegiatan belajar mengajar
akan mempengaruhi persepsi mereka terhadap sasaran antara serta sasaran
kegiatan. Sasaran itu harus diterjemahkan ke dalam ciri-ciri perilaku kepribadian
yang didambakan.
Belajar mengajar sebagai suatu sistem instruksional mengacu kepada
pengertian sebagai seperangkat komponen yang saling bergantung satu sama
lain untuk mencapai tujuan. Sebagai suatu sistem belajar mengajar meliputi
sejumlah komponen antara lain tujuan pelajaran, bahan ajar, siswa yang menerima
pelayanan belajar, guru, metode dan pendekatan, situasi, dan evaluasi
kemajuan belajar. Agar tujuan itu dapat tercapai, semua komponen yang ada
harus diorganisasikan dengan baik sehingga sesama komponen itu terjadi kerjasama.
Secara khusus dalam proses belajar mengajar guru berperan sebagai pengajar,
pembimbing, perantara sekolah dengan masyarakat, administrator dan
lain-lain. Untuk itu wajar bila guru memahami dengan segenap aspek pribadi
anak didik seperti: (1) kecerdasan dan bakat khusus, (2) prestasi sejak permulaan sekolah, (3) perkembangan jasmani dan kesehatan, (4) kecenderungan
emosi dan karakternya, (5) sikap dan minat belajar, (6) cita-cita, (7) kebiasaan
belajar dan bekerja, (8) hobi dan penggunaan waktu senggang, (9) hubungan
sosial di sekolah dan di rumah, (10) latar belakang keluarga, (11) lingkungan
tempat tinggal, dan (12) sifat-sifat khusus dan kesulitan belajar anak didik.
Usaha untuk memahami anak didik ini bisa dilakukan melalui evaluasi, selain
itu guru mempunyai keharusan melaporkan perkembangan hasil belajar para
siswa kepada kepala sekolah, orang tua, serta instansi yang terkait.

Read More ->
| 1 komentar ]

Taksonomi Bloom merujuk pada taksonomi yang dibuat untuk tujuan pendidikan. Taksonomi ini pertama kali disusun oleh Benjamin S. Bloom pada tahun 1956. Dalam hal ini, tujuan pendidikan dibagi menjadi beberapa domain (ranah, kawasan) dan setiap domain tersebut dibagi kembali ke dalam pembagian yang lebih rinci berdasarkan hirarkinya.


Tujuan pendidikan dibagi ke dalam tiga domain, yaitu:
1. Cognitive Domain (Ranah Kognitif), yang berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek intelektual, seperti pengetahuan, pengertian, dan keterampilan berpikir.
2. Affective Domain (Ranah Afektif) berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek perasaan dan emosi, seperti minat, sikap, apresiasi, dan cara penyesuaian diri.
3. Psychomotor Domain (Ranah Psikomotor) berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek keterampilan motorik seperti tulisan tangan, mengetik, berenang, dan mengoperasikan mesin.

Beberapa istilah lain yang juga menggambarkan hal yang sama dengan ketiga domain tersebut di antaranya seperti yang diungkapkan oleh Ki Hajar Dewantoro, yaitu: cipta, rasa, dan karsa. Selain itu, juga dikenal istilah: penalaran, penghayatan, dan pengamalan.
Dari setiap ranah tersebut dibagi kembali menjadi beberapa kategori dan subkategori yang berurutan secara hirarkis (bertingkat), mulai dari tingkah laku yang sederhana sampai tingkah laku yang paling kompleks. Tingkah laku dalam setiap tingkat diasumsikan menyertakan juga tingkah laku dari tingkat yang lebih rendah, seperti misalnya dalam ranah kognitif, untuk mencapai “pemahaman” yang berada di tingkatan kedua juga diperlukan “pengetahuan” yang ada pada tingkatan pertama.

Domain Kognitif

Bloom membagi domain kognisi ke dalam 6 tingkatan. Domain ini terdiri dari dua bagian: Bagian pertama berupa adalah Pengetahuan (kategori 1) dan bagian kedua berupa Kemampuan dan Keterampilan Intelektual (kategori 2-6)

1. Pengetahuan (Knowledge)
Berisikan kemampuan untuk mengenali dan mengingat peristilahan, definisi, fakta-fakta, gagasan, pola, urutan, metodologi, prinsip dasar, dsb. Sebagai contoh, ketika diminta menjelaskan manajemen kualitas, orang yg berada di level ini bisa menguraikan dengan baik definisi dari kualitas, karakteristik produk yang berkualitas, standar kualitas minimum untuk produk, dsb.

2. Pemahaman (Comprehension)
Dikenali dari kemampuan untuk membaca dan memahami gambaran, laporan, tabel, diagram, arahan, peraturan, dsb. Sebagai contoh, orang di level ini bisa memahami apa yg diuraikan dalam fish bone diagram, pareto chart, dsb.

3. Aplikasi (Application)
Di tingkat ini, seseorang memiliki kemampuan untuk menerapkan gagasan, prosedur, metode, rumus, teori, dsb di dalam kondisi kerja. Sebagai contoh, ketika diberi informasi tentang penyebab meningkatnya reject di produksi, seseorang yg berada di tingkat aplikasi akan mampu merangkum dan menggambarkan penyebab turunnya kualitas dalam bentuk fish bone diagram atau pareto chart.

4. Analisis (Analysis)
Di tingkat analisis, seseorang akan mampu menganalisa informasi yang masuk dan membagi-bagi atau menstrukturkan informasi ke dalam bagian yang lebih kecil untuk mengenali pola atau hubungannya, dan mampu mengenali serta membedakan faktor penyebab dan akibat dari sebuah skenario yg rumit. Sebagai contoh, di level ini seseorang akan mampu memilah-milah penyebab meningkatnya reject, membanding-bandingkan tingkat keparahan dari setiap penyebab, dan menggolongkan setiap penyebab ke dalam tingkat keparahan yg ditimbulkan.

5. Sintesis (Synthesis)
Satu tingkat di atas analisa, seseorang di tingkat sintesa akan mampu menjelaskan struktur atau pola dari sebuah skenario yang sebelumnya tidak terlihat, dan mampu mengenali data atau informasi yang harus didapat untuk menghasilkan solusi yg dibutuhkan. Sebagai contoh, di tingkat ini seorang manajer kualitas mampu memberikan solusi untuk menurunkan tingkat reject di produksi berdasarkan pengamatannya terhadap semua penyebab turunnya kualitas produk.

6. Evaluasi (Evaluation)
Dikenali dari kemampuan untuk memberikan penilaian terhadap solusi, gagasan, metodologi, dsb dengan menggunakan kriteria yang cocok atau standar yg ada untuk memastikan nilai efektivitas atau manfaatnya. Sebagai contoh, di tingkat ini seorang manajer kualitas harus mampu menilai alternatif solusi yg sesuai untuk dijalankan berdasarkan efektivitas, urgensi, nilai manfaat, nilai ekonomis, dsb

Domain Afektif

Pembagian domain ini disusun Bloom bersama dengan David Krathwol.

1. Penerimaan (Receiving/Attending)
Kesediaan untuk menyadari adanya suatu fenomena di lingkungannya. Dalam pengajaran bentuknya berupa mendapatkan perhatian, mempertahankannya, dan mengarahkannya.

2. Tanggapan (Responding)
Memberikan reaksi terhadap fenomena yang ada di lingkungannya. Meliputi persetujuan, kesediaan, dan kepuasan dalam memberikan tanggapan.

3. Penghargaan (Valuing)
Berkaitan dengan harga atau nilai yang diterapkan pada suatu objek, fenomena, atau tingkah laku. Penilaian berdasar pada internalisasi dari serangkaian nilai tertentu yang diekspresikan ke dalam tingkah laku.

4. Pengorganisasian (Organization)
Memadukan nilai-nilai yang berbeda, menyelesaikan konflik di antaranya, dan membentuk suatu sistem nilai yang konsisten.

5. Karakterisasi Berdasarkan Nilai-nilai (Characterization by a Value or Value Complex)
Memiliki sistem nilai yang mengendalikan tingkah-lakunya sehingga menjadi karakteristik gaya-hidupnya.

Domain Psikomotor

Rincian dalam domain ini tidak dibuat oleh Bloom, tapi oleh ahli lain berdasarkan domain yang dibuat Bloom.

1. Persepsi (Perception)
Penggunaan alat indera untuk menjadi pegangan dalam membantu gerakan.

2. Kesiapan (Set)
Kesiapan fisik, mental, dan emosional untuk melakukan gerakan.

3. Guided Response (Respon Terpimpin)
Tahap awal dalam mempelajari keterampilan yang kompleks, termasuk di dalamnya imitasi dan gerakan coba-coba.

4. Mekanisme (Mechanism)
Membiasakan gerakan-gerakan yang telah dipelajari sehingga tampil dengan meyakinkan dan cakap.

5. Respon Tampak yang Kompleks (Complex Overt Response)
Gerakan motoris yang terampil yang di dalamnya terdiri dari pola-pola gerakan yang kompleks.

6. Penyesuaian (Adaptation)
Keterampilan yang sudah berkembang sehingga dapat disesuaikan dalam berbagai situasi.

7. Penciptaan (Origination)
Membuat pola gerakan baru yang disesuaikan dengan situasi atau permasalahan tertentu.

Read More ->
| 0 komentar ]

Jerome Bruner dilahirkan dalam tahun 1915. Jerome Bruner, seorang ahli psikologi yang terkenal telah banyak menyumbang dalam penulisan teori pembelajaran, proses pengajaran dan falsafah pendidikan. Bruner bersetuju dengan Piaget bahawa perkembangan kognitif kanak-kanak adalah melalui peringkat-peringkat tertentu. Walau bagaimanapun, Bruner lebih menegaskan pembelajaran secara penemuan iaitu mengolah apa yang diketahui pelajar itu kepada satu corak dalam keadaan baru (lebih kepada prinsip konstruktivisme).


Beliau bertugas sebagai profesor psikologi di Universiti Harvard di Amerika Syarikat dan dilantik sebagi pengarah di Pusat Pengajaran Kognitif dari tahun 1961 sehingga 1972, dan memainkan peranan penting dalam struktur Projek Madison di Amerika Syarikat. Setelah itu, beliau menjadi seorang profesor Psikologi di Universiti Oxford di England.
Jerome S. Bruner adalah seorang ahli psikologi perkembangan dan ahli psikologi belajar kognitif. Pendekatannya tentang psikologi adalah eklektik. Penelitiannya yang demikian banyak itu meliputi persepsi manusia, motivasi, belajar dan berfikir. Dalam mempelajarai manusia, ia menganggap manusia sebagai pemroses, pemikir dan pencipta informasi. Bruner menganggap, bahwa belajar itu meliputi tiga proses kognitif, yaitu memperoleh informasi baru, transformasi pengetahuan, dan menguji relevansi dan ketepatan pengetahuan. Pandangan terhadap belajar yang disebutnya sebagai konseptualisme instrumental itu, didasarkan pada dua prinsip, yaitu pengetahuan orang tentang alam didasarkan pada model-model mengenai kenyataan yang dibangunnya, dan model-model itu diadaptasikan pada kegunaan bagi orang itu.
Pematangan intelektual atau pertumbuhan kognitif seseorang ditunjukkan oleh bertambahnya ketidaktergantungan respons dari sifat stimulus. Pertumbuhan itu tergantung pada bagaimana seseorang menginternalisasi peristiwa-peristiwa menjadi suatu ”sistem simpanan” yang sesuai dengan lingkungan. Pertumbuhan itu menyangkut peningkatan kemampuan seseorang untuk mengemukakan pada dirinya sendiri atau pada orang lain tentang apa yang telah atau akan dilakukannya. Menurut Bruner belajar bermakna hanya dapat terjadi melalui belajar penemuan. Pengetahuan yang diperoleh melalui belajar penemuan bertahan lama, dan mempunyai efek transfer yang lebih baik. Belajar penemuan meningkatkan penalaran dan kemampuan berfikir secara bebas dan melatih keterampilan-keterampilan kognitif untuk menemukan dan memecahkan masalah.
Teori instruksi menurut Bruner hendaknya mencakup:
1. Pengalaman-pengalaman optimal bagi siswa untuk mau dan dapat belajar, ditinjau dari segi aktivasi, pemeliharaan dan pengarahan.
2. Penstrukturan pengetahuan untuk pemahaman optimal, ditinjau dari segi cara penyajian, ekonomi dan kuasa.
3. Perincian urutan-urutan penyajian materi pelajran secara optimal, dengan memperhatikan faktor-faktor belajar sebelumnya, tingkat perkembangan anak, sifat materi pelajaran dan perbedaan individu.
4. Bentuk dan pemberian reinforsemen.
Beliau berpendapat bahawa seseorang murid belajar dengan cara menemui struktur konsep-konsep yang dipelajari. Kanak-kanak membentuk konsep dengan mengasingkan benda-benda mengikut ciri-ciri persamaan dan perbezaan. Selain itu, pengajaran didasarkan kepada perangsang murid terhadap konsep itu dengan pengetahuan sedia ada. Misalnya,kanak-kanak membentuk konsep segiempat dengan mengenal segiempat mempunyai 4 sisi dan memasukkan semua bentuk bersisi empat kedalam kategori segiempat,dan memasukkan bentuk-bentuk bersisi tiga kedalam kategori segitiga.
Dalam teori belajarnya Jerome Bruner berpendapat bahwa kegiatan belajar akan berjalan baik dan kreatif jika siswa dapat menemukan sendiri suatu aturan atau kesimpulan tertentu. Dalam hal ini Bruner membedakan menjadi tiga tahap. Ketiga tahap itu adalah: (1) tahap informasi, yaitu tahap awal untuk memperoleh pengetahuan atau pengalaman baru, (2) tahap transformasi, yaitu tahap memahami, mencerna dan menganalisis pengetahuan baru serta ditransformasikan dalam bentuk baru yang mungkin bermanfaat untuk hal-hal yang lain, dan (3) evaluasi, yaitu untuk mengetahui apakah hasil tranformasi pada tahap kedua tadi benar atau tidak.

Ciri khas Teori Pembelajaran Menurut Bruner
1)Empat Tema tentang Pendidikan
Tema pertama mengemukakan pentingnya arti struktur pengetahuan. Hal ini perlu karena dengan struktur pengetahuan kita menolong siswa untuk untuk melihat, bagaimana fakta-fakta yang kelihatannya tidak ada hubungan, dapat dihubungkan satu dengan yang lain. Tema kedua adalah tentang kesiapan untuk belajar. Menurut Bruner kesiapan terdiri atas penguasaan ketrampilan-ketrampilan yang lebih sederhana yang dapat mengizinkan seseorang untuk mencapai kerampilan-ketrampilan yang lebih tinggi.
Tema ketiga adalah menekankan nilai intuisi dalam proses pendidikan. Dengan intuisi, teknik-teknik intelektual untuk sampai pada formulasi-formulasi tentatif tanpa melalui langkah-langkah analitis untuk mengetahui apakah formulasi-formulasi itu merupaka kesimpulan yang sahih atau tidak. Tema keempat adalah tentang motivasi atau keingianan untuk belajar dan cara-cara yang tersedia pada para guru untuk merangsang motivasi itu.

2)Model dan Kategori
Pendekatan Bruner terhadap belajar didasarkan pada dua asumsi. Asumsi pertama adalah bahwa perolehan pengetahuan merupakan suatu proses interaktif. Berlawanan dengan penganut teori perilakau Bruner yakin bahwa orang yang belajar berinteraksi dengan lingkungannya secara aktif, perubahan tidak hanya terjadi di lingkungan tetapi juga dalam diri orang itu sendiri.
Asumsi kedua adalah bahwa orang mengkontruksi pengetahuannya dengan menghubungkan informasi yang masuk dengan informasi yang disimpan yang diperoleh sebelumnya, suatu model alam (model of the world). Model Bruner ini mendekati sekali struktur kognitif Aussebel. Setiap model seseorang khas bagi dirinya. Dengan menghadapi berbagai aspek dari lingkungan kita, kita akan membentuk suatu struktur atau model yang mengizinkan kita untuk mengelompokkan hal-hal tertentu atau membangun suatu hubungan antara hal-hal yang diketahui.

3)Belajar sebagai Proses Kognitif
Bruner mengemukakan bahwa belajar melibatkan tiga proses yang berlangsung hampir bersamaan. Ketiga proses itu adalah (1) memperoleh informasi baru, (2) transformasi informasi dan (3) menguji relevansi dan ketepatan pengetahuan (Bruner, 1973).
Informasi baru dapat merupaka penghalusan dari informasi sebelumnya yang dimiliki seseorang atau informasi itu dapat dersifat sedemikian rupa sehingga berlawanan dengan informasi sebelumnya yang dimiliki seseorang. Dalam transformasi pengetahuan seseorang mempelakukan pengetahuan agar cocok dengan tugas baru. Jadi, transformasi menyangkut cara kita memperlakukan pengetahuan, apakah dengan cara ekstrapolasi atau dengan mengubah bentuk lain.
Hampir semua orang dewasa melalui penggunaan tig sistem keterampilan untuk menyatakan kemampuanny secara sempurna. Ketiga sistem keterampilan itu adalah yang disebut tiga cara penyajian (modes of presentation) oleh Bruner (1966). Ketiga cara itu ialah: cara enaktif, cara ikonik dan cara simbolik.
Cara penyajian enaktif ialah melalui tindakan, jadi bersifat manipulatif. Dengan cara ini seseorang mengetahui suatu aspek dari kenyataan tanpa menggunakan pikiran atau kata-kata. Jadi cara ini terdiri atas penyajian kejadian-kejadian yang lampau melalui respon-respon motorik. Misalnya seseorang anak yang enaktif mengetahui bagaimana mengendarai sepeda.
Cara penyajian ikonik didasarkan atas pikiran internal. Pengetahuan disajikan oleh sekumpulan gambar-gambar yang mewakili suatu konsep, tetapi tidak mendefinisikan sepenuhnya konsep itu. Misalnya sebuah segitiga menyatakan konsep kesegitigaan.
Penyajian simbolik menggunakan kata-kata atau bahasa. Penyajian simbolik dibuktikan oleh kemampuan seseorang lebih memperhatikan proposisi atau pernyataan daripada objek-objek, memberikan struktur hirarkis pada konsep-konsep dan memperhatikan kemungkinan-kemungkinan alternatif dalam suatu cara kombinatorial.
Sebagai contoh dari ketiga cara penyajian ini, tentang pelajaran penggunaan timbangan. Anak kecil hanya dapat bertindak berdasarkan ”prinsip-prinsip” timbangan dan menunjukkan hal itu dengan menaiki papan jungkat-jungkit. Ia tahu bahwa untuk dapat lebih jauh kebawah ia harus duduk lebih menjauhi pusat. Anak yang lebih tua dapat menyajikan timbangan pada dirinya sendiri dengan suatu model atau gambaran. ”Bayangan” timbangan itu dapat diperinci seperti yang terdapat dalam buku pelajaran. Akhirnya suatu timbangan dapat dijelaskan dengan menggunakan bahasa tanpa pertolongan gambar atau dapat juga dijelaskan secara matematik dengan menggunakan Hukum Newton tentang momen.

4)Ciri khas Teori Bruner dan perbedaannya dengan teori yang lain
Teori Bruner mempunyai ciri khas daripada teori belajar yang lain yaitu tentang ”discovery” yaitu belajar dengan menemukan konsep sendiri. Disamping itu, karena teori Bruner ini banyak menuntut pengulangan-penulangan, maka desain yang berulang-ulang itu disebut ”kurikulum spiral kurikulum”. Secara singkat, kurikulum spiral menuntut guru untuk memberi materi pelajaran setahap demi setahap dari yang sederhana ke yang kompleks, dimana materi yang sebelumnya sudah diberikan suatu saat muncul kembali secara terintegrasi di dalam suatu materi baru yang lebih kompleks. Demikian seterusnya sehingga siswa telah mempelajari suatu ilmu pengetahuan secara utuh.
Bruner berpendapat bahwa seseorang murid belajar dengan cara menemui struktur konsep-konsep yang dipelajari. Anak-anak membentuk konsep dengan melihat benda-benda berdasarkan ciri-ciri persamaan dan perbedaan. Selain itu, pembelajaran didasarkan kepada merangsang siswa menemukan konsep yang baru dengan menghubungkan kepada konsep yang lama melalui pembelajaran penemuan.

Belajar Penemuan
Salah satu model kognitif yang sangat berpengaruh adalah model dari Jerome Bruner (1966) yang dikenal dengan nama belajar penemuan (discovery learning). Bruner menganggap bahwa belajar peneuan sesuai dengan pencarian pengetahuan secara aktif oleh manusia dan dengan sendirinya memberikan hasil yang paling baik. Bruner menyarankan agar siswa hendaknya belajar melalui berpartisipasi aktif dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip agar mereka dianjurkan untuk memperoleh pengalaman dan melakukan eksperimen-eksperimen yang mengizinkan mereka untuk menemukan konsep dan prinsip itu sendiri.
Pengetahuan yang diperoleh dengan belajar penemuan menunjukkan beberapa kebaikan. Diantaranya adalah:
1. Pengetahuan itu bertahan lama atau lama dapat diingat.
2. Hasil belajar penemuan mempunyai efek transfer yang lebih baik.
3. Secara menyeluruh belajar penemuan meningkatkan penalaran siswa dan kemampuan untuk berfikir secara bebas.
Asumsi umum tentang teori belajar kognitif: a. Bahwa pembelajaran baru berasal dari proses pembelajaran sebelumnya. b. Belajar melibatkan adanya proses informasi (active learning). c. Pemaknaan berdasarkan hubungan. d. Proses kegiatan belajar mengajar menitikberatkan pada hubungan dan strategi.
Model kognitif mulai berkembang pada abad terakhir sebagai protes terhadap teori perilaku yang yang telah berkembang sebelumnya. Model kognitif ini memiliki perspektif bahwa para peserta didik memproses infromasi dan pelajaran melalui upayanya mengorganisir, menyimpan, dan kemudian menemukan hubungan antara pengetahuan yang baru dengan pengetahuan yang telah ada. Model ini menekankan pada bagaimana informasi diproses.
Peneliti yang mengembangkan kognitif ini adalah Ausubel, Bruner, dan Gagne. Dari ketiga peneliti ini, masing-masing memiliki penekanan yang berbeda. Ausubel menekankan pada apsek pengelolaan (organizer) yang memiliki pengaruh utama terhadap belajar. Menurut Ausubel, konsep tersebut dimaksudkan untuk penyiapan struktur kognitif peserta didik untuk pengalaman belajar. Bruner bekerja pada pengelompokkan atau penyediaan bentuk konsep sebagai suatu jawaban atas bagaimana peserta didik memperoleh informasi dari lingkungan. Bruner mengembangkan teorinya tentang perkembangan intelektual, yaitu:
1.Enactive, dimana seorang peserta didik belajar tentang dunia melalui tindakannya pada objek, siswa melakukan aktifitas-aktifitasnya dalam usahanya memahami lingkungan.
2.Iconic, dimana belajar terjadi melalui penggunaan model dan gambar.
3.Symbolic, yang mendeskripsikan kapasitas dalam berfikir abstrak, siswa mempunyai gagasan-gagasan abstrak yang banyak dipengaruhi bahasa dan logika dan komunikasi dilkukan dengan pertolongan sistem simbol. Semakin dewasa sistem simbol ini samakin dominan.
Sejalan dengan pernyataan di atas, maka untuk mengajar sesuatu tidak usah ditunggu sampai anak mancapai tahap perkembangan tertentu. Yang penting bahan pelajaran harus ditata dengan baik maka dapat diberikan padanya. Dengan lain perkataan perkembangan kognitif seseorang dapat ditingkatkan dengan jalan mengatur bahan yang akan dipelajari dan menyajikannya sesuai dengan tingkat perkembangannya.
Penerapan teori Bruner yang terkenal dalam dunia pendidikan adalah kurikulum spiral dimana materi pelajaran yang sama dapat diberikan mulai dari Sekolah Dasar sampai Perguruan tinggi disesuaikan dengan tingkap perkembangan kognitif mereka. Cara belajar yang terbaik menurut Bruner ini adalah dengan memahami konsep, arti dan hubungan melalui proses intuitif kemudian dapat dihasilkan suatu kesimpulan (discovery learning).

Read More ->