| 1 komentar ]

Seperti layaknya sebuah masa suatu era, maka pada kata reformasi ditumpukan muatan nilai-nilai utama yang menjadi landasan dan harapan proses bernegara dan bermasyarakat. Reformasi secara sederhana berarti perubahan pada struktur maupun aturan-main baik dalam bidang ekonomi maupun politik. Secara teoretik, perubahan tersebut diupayakan agar tatanan negara dan masyarakat baru akan menjadi lebih demokratik secara politik dan lebih rasional secara ekonomi.



Dimensi dinamik pada kata reformasi adalah terkandung upaya perombakan dan penataan: Perombakan pada tatanan lama yang korup dan tidak effisien (dismantling the Old Regime); dan penataan suatu tatanan baru yang lebih demokratik, effisien, dan berkeadilan sosial (reconstructing the New Indonesia).
Perombakan tatanan lama (Orde Baru) adalah mutlak, karena telah terbukti tatanan tersebut menghasilkan suatu rejim politik yang otoriter dan tidak populer. Institutionalisasi kekuasaan politik telah menjadi semakin elitis dan personal. Elitis oleh karena rekruitmen politik tidak mengindahkan aspirasi masyarakat umum. Pemilihan umum hanya menjadi alat melegitimasi kekuasaan yang ada. Personal oleh karena hampir semua keputusan terpenting tidak berada ditangan lembaga tertinggi negara dan atau tinggi negara, tetapi ditangan seorang penguasa. Suara yang terlalu kritis dibungkam: Pers dicabut ijin SIUPnya, mahasiswa, politisi, dan aktivis NGO dipenjara; pimpinan partai dan lembaga kemasyarakatan digoyang.
Setelah periode pertumbuhan dalam tiga dekade, dalam bidang ekonomi tatanan lama itu telah menghasilkan beberapa ekses seperti KKN (korupsi, kolusi, dan nepotisme). Tiga hal tersebut menghambat pertumbuhan struktur ekonomi yang mandiri dan effisien. Kelas ekonomi yang ada (khususnya cronies) menjadi tergantung pada fasilitas yang disediakan pemerintah. Kerentanan tersebut ditambah lagi dengan optimisme yang berlebihan terhadap hasil pembangunan ekonomi yang dicapai. Optimisme semu itu terwujud dengan dialirkannya pinjaman luar negeri jangka pendek (dalam bentuk dollar) pada pengusaha-pengusaha yang tidak effisien tersebut. Terjadinya krisis moneter international telah mengguncang nilai rupiah dan selanjutnya struktur ekonomi dalam negeri. Akibat dicabutnya subsidi pada komoditi pokok, harga sembako, listik, dan bensin melambung hampir tak terkendali. Rakyat kecewa, mahasiswa berontak.
Orde pembangunan ini telah kehilangan satu fondasi utama kekuasaannya, stabilitas ekonomi. Keruntuhan tersebut mengimbas pada persoalan represifnya struktur politik rejim lama. Harapan sudah pupus, penguasa bukan lagi "problem solver" tetapi "the problem itself." Ketika terjadi penembakan pada 6 mahasiswa di Kampus Trisakti, masyarakat tidak lagi bisa menerima kesewenang-wenangan tersebut. Mereka menuntut turunnya Jenderal Soeharto dari pusat kekuasaan. Bersamanya, runtuh pulalah suatu tatanan kekuasaan ekonomi dan politik yang ada.
Persoalannya kemudian adalah bagaimanakah bentuk tatanan ekonomi politik baru tersebut? Apakah platform dasarnya? Bagaimanakah proses mencapai tatanan baru tersebut? Kekuatan sosial politik apakah yang mesti memegang peranan dalam proses transisi dan era baru itu? Apakah upaya untuk merombak warisan kekuasaan lama? Berapa lamakah penyembuhan krisis ekonomi dan politik yang ada? Apakah biaya politiknya? Bagaimanakah upaya meminimalisir kerentanan ekonomi Indonesia menghadapi fluktuasi ekonomi global?. Ini semua masih mnjadi pekerjaan rumah yang harus diselesaikan oleh pemerintah dan juga masyarakat Indonesia secara keseluruhan.


1 komentar

cKAja mengatakan... @ 9 April 2019 pukul 01.33

suka banget deh postingannya. Terimakasih!

Posting Komentar